Muslimah unj tampak memenuhi pelataran masjid nurul irfan di waktu Shalat Zhuhur dan Ashar setiap hari dari senin sampai jum’at. Tampak juga area sekitar kampus yang dipenuhi muslimah berjilbab, bahkan hingga ke ruang-ruang kuliah. Namun ada sesuatau yang menarik ketika diperhatikan lebih lanjut tentang mode berbusana dan berjilbannya. Bukan hanya bervariasi dan bercorak warna-warni namun juga terlihat mencolok dan mengundang perhatian. Terdapat beberapa karakteristik yang sangat mencolok, dan bukan hanya menarik banyak perhatian karena warna dan model, namun juga karena nampak sangat modis dan membentuk sesuai bentuk tubuh pemakainya. Selain itu pakaian yang dikenakan juga terlihat tipis dan terkadang transparan ketika berjalan di bawah cahaya terang. Tidak hanya itu, tidak sedikit pula yang mengenakan sepatu dengan High Hills yang membuat pemakainya semakin nampak mengundang kaum adam agar lebih dari sekedar menyapa.
Cara berpakaian ini menurut seorang mahasiswa tata busana UNJ dikenal sebagai model “Nuansa Islami” dimana pakaian modis dan trendi bahkan seksi dipadukan dengan jilbab tanpa harus mengurangi mode itu sendiri. Lebih lanjut dia menceritakan bahwa pakaian ini pun memberikan keuntungan bagi para pemakainya, diamana menurutnya banyak wanita mengenakan pakaian seperti ini karena banyak pria yang menyukai wanita yang mengenakan jilbab sebagai pacarnya. Sedangkan bagi kaum pria, ada rasa bangga jika pacar mereka merupakan cewek berjilbab. Hal di atas terlihat pada hasil survey tim Litbang Nuraniku beserta para relawan pada mahasiswi UNJ.
Pada sebuah survey yang dilakukan pada sebuah kelas yang terdiri dari 33 mahasiswi dan 29 diantaranya mengenakan jilbab. Dan 25 diantarnya termasuk dalam deskripsi model berjilbab di atas. Adapun karakteristik yang termasuk kedalam model berbusana ini adalah:
1. Kerudung tidak menutup hingga ke bagian dada
2. Bahan pakaian/jilbab tipis dan atau transparan
3. Baju ketat, ex: t-shirt, bahan elastis lainnya
4. Berwarna mencolok
5. Panjang baju hanya sebatas pinggang
6. Celana ketat, ex: jeans, leging dll
7. Tidak mengenakaan kaos kaki
8. Sendal/sepatu berhak tinggi dan memperlihatkan punggung/jari kaki
9. Menggunakan aksesoris tambahan agar terlihat mencolok, ex: bross dengan warna terang, bentuk besar atau lucu,(menarik perhatian).
Model berbusana ini di kalangan bloger lebih dikenal dengan istilah jilbab montok. Hal ini mungkin karena meskipun berjilbab, namun wanita yang mengenakannya tetap menunjukkan lekuk tubuh dengan jelas. Apakah ini menunjukkan bentuk lain dari proses degradasi nilai keislaman di kampus kita tercinta? Padahal kita telah tau bersama 3 misi budaya liberal dan kapitalis dalam mengalahkan islam, yakni 3F: Film, Fashion, dan Food Memang, dari data yang diperoleh Litbang Nuraniku tersebut belum dapat mewakili seluruh mahasiswi muslimah UNJ. Tapi setidaknya dari didapati sedikitnya jumlah mahasiswi muslimah yang belum mengenakan jilbab secara syar’i ini harus menjadi awal bagi aktifis dakwah kampus untuk lebih dapat “menjilbaberisasi” muslimah UNJ sesuai dengan syariat. Kembali ke fenomena “JiMon” entah ini soal pilihan, ketidakmengertian, hanya sekedar ikut – ikutan tren yang sedang berkembang atau komitmen sipemakai atas dasar keyakinan yang dianutnya. Terlepas dari apa pun motif pemakainya yang pasti kita tidak bisa menghakimi seseorang sebelum kita mengenalnya. Islam sendiri tidak menentukan model kerudung atau jilbab yang harus dikenakan kaum muslimah secara tegas. Islam hanya memberikan prinsip – prinsip dasar menutup aurat (jilbab), yaitu:
1. Jilbab harus menutup aurat sesuai dengan QS. Al-Ahzabayat:59, yakni menutup seluruh tubuh.
2. Jilbab tidak mencolok mata dan bukan tujuan untuk berbangga-bangga seperti tercantum dalam QS. An-Nur:33.
3. Jilbab tidak terbuat dari bahan tipis (tembus pandang atau transparan) sehingga warna kulit pemakainya terlihat. “Pada akhir masa nanti, akan ada di antara umatku wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang…” (H.R. Tabrani).
4. Jilbab dibuat longgar sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh.
5. Jilbab tidak sama dengan pakaian pria karena Rasulullah melaknat wanita berpakaian seperti pria dan sebaliknya.
6. Jilbab bukan perhiasan kecantikan
7. Jilbab berbeda dengan pakaian khas pemeluk agama lain. Rasulullah Saw bersabda,
“Janganlah sekali-kali kamu berpakaian pendeta (Yahudi, Nasrani, dll) atau yang mirip dengannya. Siapa yang memakainya berarti ia bukan umatku lagi.” (H.R. Tabrani).
Fenomena berjilbab ini tidak bisa lagi dipandang hanya sebatas modern atau tidak modern, keterbukaan atau ketertutupan, dan kebebasan atau keterkungkungan. Yang tidak mengikuti tren dianggap primitif, yang jauh dari tren jauh pula dari intelek. Yang terbuka berarti kebebasan, yang tertutup berarti keterkungkungan ataupun sebaliknya. Ini lebih kepada rasa tanggungjawab moralitas dan spiritualitas yang masih jauh api dari pada panggang.
(ita)
(ita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar