Sebagai makhluk
fana, tidak banyak yang dapat dilakukan manusia tanpa adanya campur tangan
Allah swt. pun itu dalam keadaan suka dan duka. Jika manusia hanya mengandalkan
kemampuan fitrahnya untuk menunaikan segala hal, seperti berusaha dan bermimpi,
dipastikan tidak akan banyak hal yang dapat diraih dan diselesaikan.
Sebagaimana lafaz
zikir yang sering kita dengarkan, “Laa haulaa wa laa quwwata illa billah” yang
berarti tiada daya dan upaya kecuali karena kehendak Allah, maka sejatinya manusia
menyadari keterbatasan fitrah yang ada dalam dirinya. Lantas, bagaimana caranya
agar manusia bisa meraih segala impian dan menyelesaikan segala urusan dengan
keterbatasan upaya?
Senjata saat Tak Berdaya
Adalah doa, salah
satu hal yang dapat dilakukan manusia guna menunaikan segala urusan di tengah
keterbatasan upayanya. Di saat manusia sudah tidak bisa berbuat apa-apa pada
ketentuan dan takdir-Nya, doa bisa menjadi satu cara utama yang dapat
diandalkan.
Akan tetapi
pemahaman di atas kerap disalahrtikan dengan “Usaha dulu baru doa belakangan”.
Sebenarnya doa bukan berarti cara terakhir ketika manusia sudah tidak berbuat
apa-apa lagi. Justru, doa merupakan cara utama ketika manusia sedang
mengusahakan sesuatu. Seperti yang biasa tertulis di berbagai buku motivasi
islami, doa dan usaha selalu disandingkan dalam satu aktivitas besar yang mana
doa hendaknya diikuti dengan usaha dan usaha tidak akan bernilai apa-apa tanpa
doa.
Berdasarkan hal di
atas, doa menjadi satu prasyarat dalam menunaikan segala hajat manusia. Doa
hendaknya menjadi pijakan pertama sebelum manusia berusaha dan memasrahkan diri
pada takdir Allah.
Proses Komunikasi dengan
Allah
Doa yang berarti
permintaan dan permohonan sesungguhnya merupakan sebuah kekuatan lain setelah
kekuatan yang sudah ada dalam diri manusia. Doa juga bisa dikatakan sebagai
kekuatan supranatural yang bisa berfungsi sebagai tangan di saat kekuatan akal
dan kekuatan fisik manusia sudah tidak mampu untuk berbuat. Di
samping itu, tanpa kita sadari sejatinya proses berdoa adalah proses manusia
berhubugan langsungan Sang Pencipta, Allah swt.
Sebagaimana
firman-Nya tertuang dalam QS. Al-Baqarah ayat 186 yang berarti, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
Merujuk
pada ayat di atas, Allah swt sendiri telah memperkenankan makhluknya untuk
berdoa kepada-Nya. Dan, dalam kalimat selanjutnya Allah menjawab bahwasanya Dia
akan Mengabulkan setiap doa hamba-Nya.
Mengimbangi Doa dengan Ibadah
Di
kelanjutan ayat tersebut, Allah swt. menambahkan perintah kepada manusia untuk
senantiasa menenuhi perintah-Nya. Perintah yang demikian ini mengajarkan kepada
manusia bahwa bukan berarti semua doa bisa dengan mudah dikabulkan oleh Allah.
Ada hal-hal yang bertugas menjadi katalisator atau pemicu terkabulkanya doa. Salah
satunya adalah ketakwaan manusia kepada Allah swt. Oleh karena itu apabila
ingin dikabuli segala doa dan permintaan, hendaknya menginstropeksi ibadah dan
mengimbangi besarnya permohonan dengan peningkatan ketakwaan kepada Allah swt.
Demikian doa menjadi
satu aktivitas fitrah manusia dan menjadi aktivitas utama sebelum manusia
berusaha dan memasrahkan diri pada takdir Allah swt. Dan, doa menjadi salah
satu sarana menjali kedekatan kepada Allah swt. Wallahu a’lam bisshowaf. (timred)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar