Muamalah -transaksi
hidup sehari-hari antar manusia- yang kita jalankan hanya tersisa
diantaranya hanyalah pada saat menikah dan wafat, kita masih mengikuti tatanan
syariah dan sunnah, di luar dari itu,
bagaimana kita berdagang, mengatur hutang piutang dan menggunakan alat tukar
benar-benar sudah terlupakan. Hal ini kemudian menjerumuskan kita ke dalam
jebakan riba serta mengakibatkan banyak ketidakteraturan dalam hidup. Maka dari
itu, kita harus kembali menegakkan Muamalah sesuai sunnah.
Menegakkan Pilar Pilar
Muamalah
Pilar I: Gunakan Kembali Dinar Dirham
dan Fulus
Dirham adalah
koin perak murni seberat 2,975 gram. Dinar adalah koin emas seberat 4,25 gram,
berkadar 22 karat (91,70%). Standar ini
mengikuti ketentuan WIM (World Islamic Mint), sesuai dengan ketetapan dari
Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam,
yang dikukuhkan oleh Khalifah
Umar Ibn Khattab.
Kedua koin
ini di Indonesia dicetak di bawah
otoritas Amirat Indonesia dan WIM. Koin berstandar WIM ini hanya diedarkan oleh jaringan wakala di
bawah kordinasi Wakala Induk Nusantara (WIN). Dinar dan Dirham yang tidak
berasal dari jaringan WIN tidak diakui oleh WIM.
Sedang Fulus
adalah koin tembaga atau campurannya yang dimaksudkan sebagai alat tukar
recehan, untuk pembayaran benda-benda kecil, dengan nilai di bawah satuan
Dirham terkecil (0.5 atau 1 Dirham), yang beredar di suatu wilayah. Fulus hanya berlaku secara lokal di tempat
koin ini diterbitkan dan diedarkan.
Pilar II: Tegaknya Pasar Terbuka
Meski koin
Dinar dan Dirham sudah hampir 10 tahun ini hadir kembali di Indonesia, baru
sejak tahun 2008-lah penerapannya dilakukan secara terstruktur dan terarah.
Kedua koin ini hanya bisa diterapkan dalam wilayahnya sendiri: Pasar dan
Perdangangan terbuka.
Pada tahun
2009 lahirlah JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham
Nusantara), sebagai paguyuban JAWARA yang menaungi wirausahawan, pedagang,
produsen, dan penyedia jasa, yang menggunakan Dinar emas dan Dirham perak
sebagai alat pertukaran dalam kegiatan niaga sehari-hari.
Program nyata
JAWARA tertuang dalam program Festival Hari Pasaran (FHP), sebuah usaha
mengembalikan pasar terbuka sesuai sunnah Nabi, sallalahu alayhi wa sallam yang
menyatakan aturan pasar sama dengan aturan masjid, yaitu wakaf tanpa pemilikan
pribadi. FHP juga menjadi tempat dimana sosialisasi Dinar Dirham dilakukan
secara langsung ke tataran amal, bukan wacana.
Pilar III: Hadirnya Kembali Karavan
(Kafilah) Perdagangan
Pilar ketiga, sesudah pasar dan mata uang, tentu saja,
adalah keberadaan para pedagang itu sendiri, baik secara sendiri-sendiri atau
berombongan dalam rombongan keliling, dulu dikenal sebagai kafilah-kafilah
(karavan). Para pedagang adalah penggerak utama muamalah, baik dengan modal
sendiri, maupun bermitra dengan para pemodal. Rasulullah, salallahu alayhi wa
sallam mengindikasikan bahwa "9/10 rezeki ada pada perdagangan".
Kafilah dagang mengembalikan fitrah dari distribusi dan
infrastruktur perdaganan yang kini dimonopoli oleh aturan cukai kapitalisme dan
korporasi logistik yang menyulitkan perpindahan komoditas perdagangan serta
perputaran kemakmuran.
Pilar IV:
Paguyuban (Gilda) Sebagai Sentra Pengajaran dan Produksi Terbuka
Tidak seperti korporasi kapitalis yang menggurita dan
dimiliki secara tertutup oleh sekelompok orang, paguyuban merupakan wadah
dimana masyarakat mengembangkan kemampuan dan dalam saat yang bersamaan,
berproduksi. Hasil produksi inilah yang dibawa oleh para pedagang berpindah dari
satu pasar terbuka ke pasar terbuka lainnya.
Praktek ini memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan
kreativitas, keahlian dalam saat bersamaan menghasilkan nilai dari apa yang
dipelajarinya. Gilda menerapkan metode Master-Apperentice yang berlawanan dari metode
Majikan-Buruh yang diterapkan oleh sistem kapitalisme ribawi
Pilar V: Kontrak
Permodalan yang Adil
Pilar kelima, sebagai konsekuensi dari kembalinya keempat
pilar di atas, adalah kontrak-kontrak bisnis dan komersial menurut syariat:
qirad, syirkat, muzara'ah, dan sebagainya. Qirad adalah kontrak kemitraan usaha
dagang, antara pemodal dan agen yang ditunjukknya. Syirkat adalah kemitraan
produksi sekunder. Muzara'ah adalah kemitraan produksi primer, seperti dalam
pertanian dan perkebunan.
Sekarang kontrak-kontrak ini bukan saja telah hilang, tapi malah diambil-alih oleh sistem perbankan untuk membenarkan praktek haram mereka. Istilah-istilah dalam muamalat ini dimanipulasi dan dipakai untuk praktek-praktek yang bertentangan dengan hukum syariat. Perbankannya pun disebut sebagai perbankan syariat.
Sekarang kontrak-kontrak ini bukan saja telah hilang, tapi malah diambil-alih oleh sistem perbankan untuk membenarkan praktek haram mereka. Istilah-istilah dalam muamalat ini dimanipulasi dan dipakai untuk praktek-praktek yang bertentangan dengan hukum syariat. Perbankannya pun disebut sebagai perbankan syariat.
Kembalinya
Muamalah, akan menyuburkan sedekah, menghadirkan perdagangan serta yang terpenting, menghapuskan
riba dan menegakkan kembali rukun zakat yang runtuh, karena sesungguhnya zakat,
yang benar-benar sesuai
dengan tuntunan Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, terlebih ketentuan
zakat harta (mal) dan, yang serupa dengannya, zakat perniagaan hanya bisa
ditunaikan menggunakan nuqud. Nuqud
berarti Dinar emas atau Dirham perak.
Semoga Allah, subhanahu wa ta’ala, memampukan kita
untuk menjalankan seluruh perintahNya secara sempurna sebagaimana Nabi,
salallahu alayhi wa sallam mengajarkan serta mencontohkannya melalui Sunnah
beliau. Aamiin
Disarikan oleh R.
Abdarrahman Rachadi Soeriakoesomah, (Wakil Direktur Wakala Induk Nusantara)
dari Buku Euforia Emas – Ir. H. Zaim
Saidi untuk Nuraniku_UNJ
REFERENSI:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar