Jumat, 23 Maret 2012

Kemballinya Dinar Dirham, Bersatunya Ibadah dan Muamalah

Sering kali kita dengar Islam adalah Dien (Jalan Hidup) yang kaffah, yang sempurna dan lengkap. Bahwa kemudian kita dijelaskan bahwa seluruh tatanan hidup kita diatur sedemikian rapihnya. Meski demikian ternyata ada satu bagian yang sebenarnya terlupa,  satu aspek yang tertinggal  yaitu aspek bermuamalah.

Muamalah -transaksi hidup sehari-hari antar manusia- yang kita jalankan hanya tersisa diantaranya hanyalah pada saat menikah dan wafat, kita masih mengikuti tatanan syariah dan sunnah,  di luar dari itu, bagaimana kita berdagang, mengatur hutang piutang dan menggunakan alat tukar benar-benar sudah terlupakan. Hal ini kemudian menjerumuskan kita ke dalam jebakan riba serta mengakibatkan banyak ketidakteraturan dalam hidup. Maka dari itu, kita harus kembali menegakkan Muamalah sesuai sunnah.

Menegakkan Pilar Pilar  Muamalah

Pilar I: Gunakan Kembali Dinar Dirham dan Fulus
Dirham adalah koin perak murni seberat 2,975 gram. Dinar adalah koin emas seberat 4,25 gram, berkadar 22 karat  (91,70%). Standar ini mengikuti ketentuan WIM (World Islamic Mint), sesuai dengan ketetapan dari Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam,  yang dikukuhkan oleh  Khalifah Umar Ibn Khattab.

Kedua koin ini di Indonesia dicetak  di bawah otoritas  Amirat Indonesia dan WIM.  Koin berstandar WIM  ini hanya diedarkan oleh jaringan wakala di bawah kordinasi Wakala Induk Nusantara (WIN). Dinar dan Dirham yang tidak berasal dari jaringan WIN tidak diakui oleh WIM. 

Sedang Fulus adalah koin tembaga atau campurannya yang dimaksudkan sebagai alat tukar recehan, untuk pembayaran benda-benda kecil, dengan nilai di bawah satuan Dirham terkecil (0.5 atau 1 Dirham), yang beredar di suatu wilayah.  Fulus hanya berlaku secara lokal di tempat koin ini diterbitkan dan diedarkan.

Pilar II: Tegaknya Pasar Terbuka
Meski koin Dinar dan Dirham sudah hampir 10 tahun ini hadir kembali di Indonesia, baru sejak tahun 2008-lah penerapannya dilakukan secara terstruktur dan terarah. Kedua koin ini hanya bisa diterapkan dalam wilayahnya sendiri: Pasar dan Perdangangan terbuka.

Pada tahun 2009 lahirlah JAWARA (Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara), sebagai paguyuban JAWARA yang menaungi wirausahawan, pedagang, produsen, dan penyedia jasa, yang menggunakan Dinar emas dan Dirham perak sebagai alat pertukaran dalam kegiatan niaga sehari-hari.

Program nyata JAWARA tertuang dalam program Festival Hari Pasaran (FHP), sebuah usaha mengembalikan pasar terbuka sesuai sunnah Nabi, sallalahu alayhi wa sallam yang menyatakan aturan pasar sama dengan aturan masjid, yaitu wakaf tanpa pemilikan pribadi. FHP juga menjadi tempat dimana sosialisasi Dinar Dirham dilakukan secara langsung ke tataran amal, bukan wacana.

Pilar III: Hadirnya Kembali Karavan (Kafilah) Perdagangan
Pilar ketiga, sesudah pasar dan mata uang, tentu saja, adalah keberadaan para pedagang itu sendiri, baik secara sendiri-sendiri atau berombongan dalam rombongan keliling, dulu dikenal sebagai kafilah-kafilah (karavan). Para pedagang adalah penggerak utama muamalah, baik dengan modal sendiri, maupun bermitra dengan para pemodal. Rasulullah, salallahu alayhi wa sallam mengindikasikan bahwa "9/10 rezeki ada pada perdagangan".

Kafilah dagang mengembalikan fitrah dari distribusi dan infrastruktur perdaganan yang kini dimonopoli oleh aturan cukai kapitalisme dan korporasi logistik yang menyulitkan perpindahan komoditas perdagangan serta perputaran kemakmuran.

Pilar IV: Paguyuban (Gilda) Sebagai Sentra Pengajaran dan Produksi Terbuka
Tidak seperti korporasi kapitalis yang menggurita dan dimiliki secara tertutup oleh sekelompok orang, paguyuban merupakan wadah dimana masyarakat mengembangkan kemampuan dan dalam saat yang bersamaan, berproduksi. Hasil produksi inilah yang dibawa oleh para pedagang berpindah dari satu pasar terbuka ke pasar terbuka lainnya.

Praktek ini memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan kreativitas, keahlian dalam saat bersamaan menghasilkan nilai dari apa yang dipelajarinya. Gilda menerapkan metode Master-Apperentice yang berlawanan dari metode Majikan-Buruh yang diterapkan oleh sistem kapitalisme ribawi


Pilar V: Kontrak Permodalan yang Adil
Pilar kelima, sebagai konsekuensi dari kembalinya keempat pilar di atas, adalah kontrak-kontrak bisnis dan komersial menurut syariat: qirad, syirkat, muzara'ah, dan sebagainya. Qirad adalah kontrak kemitraan usaha dagang, antara pemodal dan agen yang ditunjukknya. Syirkat adalah kemitraan produksi sekunder. Muzara'ah adalah kemitraan produksi primer, seperti dalam pertanian dan perkebunan.

Sekarang kontrak-kontrak ini bukan saja telah hilang, tapi malah diambil-alih oleh sistem perbankan untuk membenarkan praktek haram mereka. Istilah-istilah dalam muamalat ini dimanipulasi dan dipakai untuk praktek-praktek yang bertentangan dengan hukum syariat. Perbankannya pun disebut sebagai perbankan syariat.

Kembalinya Muamalah, akan menyuburkan sedekah, menghadirkan  perdagangan serta yang terpenting, menghapuskan riba dan menegakkan kembali rukun zakat yang runtuh, karena sesungguhnya zakat, yang benar-benar sesuai dengan tuntunan Rasulullah, sallalahu alayhi wa sallam, terlebih ketentuan zakat harta (mal) dan, yang serupa dengannya, zakat perniagaan hanya bisa ditunaikan menggunakan nuqud. Nuqud berarti  Dinar emas atau Dirham perak.

Semoga Allah, subhanahu wa ta’ala, memampukan kita untuk menjalankan seluruh perintahNya secara sempurna sebagaimana Nabi, salallahu alayhi wa sallam mengajarkan serta mencontohkannya melalui Sunnah beliau. Aamiin

Disarikan oleh R. Abdarrahman Rachadi Soeriakoesomah, (Wakil Direktur Wakala Induk Nusantara) dari  Buku Euforia Emas – Ir. H. Zaim Saidi untuk Nuraniku_UNJ



REFERENSI:

Tidak ada komentar: