Jumat, 25 Mei 2012

KORUPSI : MASALAH YANG MENGGURITA DAN SEBUAH SOLUSI SEDERHANA DARI PERSPEKTIF ISLAM

Oleh: Faradilla Intan Muslih
“Masih tentang korupsi. Masalah klasik yang membuat masyarakat Indonesia pusing mencari pemecahannya. Mulai dari kasus lama seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), sampai kasus terbaru yaitu Wisma Atlet yang menyeret bendahara partai Demokrat, Nazaruddin. Mulai dari skala terkecil seperti aksi damai dengan polisi saat razia, sampai skala kakap seperti kasus mafia pajak Gayus Tambunan.”
Dari data Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) yang dirilis oleh Transparency International (TI) pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat 100 dari 183 negara dengan skor 3,0. Hal ini merupakan peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2010 dengan skor hanya 2,8. Sedangkan di tingkat Asia Tenggara, Indonesia berada di bawah negara Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3) dan Thailand (3,4).
CPI adalah rentang indeks dari 0 sampai 10 yang memiliki korelasi negatif. Semakin tinggi angka CPI, berarti semakin kecil tingkat korupsi di negara tersebut. CPI adalah sebuah indeks gabungan. Indeks ini dihasilkan dari penggabungan hasil 17 survei yang dilakukan lembaga-lembaga internasional yang terpercaya.

Korupsi: Sebuah masalah yang berakar dari karakter
Menurut wikipedia korupsi berasal dari kata latin ”corruptio” atau ”corruptus” yang berarti kerusakan atau kebobrokan, atau perbuatan tidak jujur yang dikaitkan dengan keuangan.  Menurut Black’s Law Dictionary korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain.
Menurut saya sendiri level korupsi di Indonesia telah sampai pada tingkat berjama’ah. Mulai dari lingkup sederhana, contohnya seorang anak yang “mencatut” uang lebih dari pembayaran SPP di sekolahnya, sampai pada lingkup yang luas dan tingkatan yang lebih tinggi, seperti anggota DPR yang melakukan “mark up” untuk dana kursi di Badan Anggaran tahun 2012.
Melihat fenomena yang terjadi tentang korupsi, pikiran kita secara otomatis akan mengaitkan dengan pertanyaan”apa penyebabnya?”. Dari kacamata saya hal tersebut karena adanya peluang. Contohnya kasus-kasus di atas. Kasus pertama terjadi karena siswa tersebut memiliki peluang berupa kepercayaan dari orang tuanya. Dan kasus kedua, tentu saja terjadi karena anggota Dewan yang Terhormat mendapat kepercayaan dari rakyat.
Tapi, coba mari kita tarik lebih dalam analisa kita. Sesungguhnya akan ada suatu alasan yang merupakan akar dari permasalahan ini. Itu adalah tentang karakter bangsa. Karakter yang tidak jujur dalam bekerja, tidak malu saat mengambil yang bukan haknya juga tidak bersyukur atas apa yang sudah dimiliki.

Angin Segar untuk Pemecahan Korupsi: Pendidikan Berbasis Karakter
Akhir-akhir ini dunia pendidikan telah dihangatkan dengan berita tentang kurikulum baru, yaitu pendidikan berbasis karakter. Mulai dari media online, media elektronik, media cetak sampai diskusi-diskusi, membahas pendidikan berbasis karakter ini.
Pendidikan karakter sendiri berasal dari dua kata, pendidikan dan karakter. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Dalam UU di atas sebenarnya, telah mencakup juga karakter yang ingin dibangun oleh pendidikan di Indonesia adalah memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan  pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Dari kedua definisi di atas penekanan yang saya berikan adalah tentang kekuatan spiritual keagamaan, yang berarti juga pendidikan tersebut akan mendidik siswa dalam akhlak mereka. Diharapkan melalui kurikulum pendidikan karakter ini guru-guru akan mendidik siswa untuk memiliki nilai dan norma yang memang dianut bangsa Indonesia.  Dan hasilnya, tentu saja harapan agar bangsa Indonesia memiliki karakter yang mulia, terutama jujur dan disiplin, selain tentunya karakter mulia yang lain seperti telah disebutkan di atas. Tujuan jangka panjangnya adalah membangun memajukan kesejahteraan umum seperti tertuang dalam UU 1945. Ini seperti angin segar di tengah carut-marutnya negeri ini.

Pendidikan Karakter Berbasis Akhlak oleh Keluarga: Solusi Sederhana dari Perspektif Islam
Saya rasa semua pembaca akan setuju jika selain sekolah, sebenarnya ada pihak lain yang sangat penting dalam pendidikan karakter berbasis akhlak ini. Pihak ini adalah keluarga. Lingkungan keluarga mau tidak mau akan memberikan dampak langsung terhadap kepribadian seseorang. Seperti dalam pelajaran sosiologi, keluarga adalah agen sosialisai pertama.
Pendidikan akhlak yang bisa diberikan keluarga kepada anaknya adalah melalui pengenalan anak kepada Allah agar ia takut dan merasa diawasi oleh Allah, karena dengan begitu akan muncul malu untuk berbuat tidak jujur dan mengambil hak-hak orang lain. Selanjutnya adalah mengajarkan beribadah lewat sholat agar di mana pun sang anak merasa tetap dekat dengan Allah. Dan terakhir adalah mentransfer nilai-nilai dalam Islam sedikit demi sedikit lewat kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, seperti bersedekah untuk bersyukur, berzakat untuk berbagi dan nilai-nilai lainnya.
Hal yang begitu indah jika pendidikan karakter berbasis akhlak dari perspektif Islam terwujud. Akan ada anak-anak yang berakhlak yang mengenal, dekat, merasa diawasi dan takut kepada Allah, takut jika berbuat yang tidak baik seperti dalam ajaran Islam, karena sesungguhnya Islam adalah jalan yang akan mengindahkan kehidupan kita, bukan dogma yang sekarang kebanyakan orang takut dalam mengenal agamanya sendiri. Islam itulah yang hilang dan harus segera dicari untuk kemudian diwujudkan sebagai jalan kehidupan.

Tidak ada komentar: