Selasa, 02 April 2013

Keutamaan Ilmu dalam Islam



Sejatinya, ada banyak kenikmatan yang kita peroleh sebagai umat Rasulullah saw. salah satunya adalah kenikmatan ilmu. Jika kita telaah lebih dalam, Islam tidak hanya berkedudukan sebagai agama keselamatan (salam) dan suci (silmi), melainkan juga sebagai agama ilmu dan akal. Mengapa demikian? Karena, sebagai umat Islam kita diberikan keleluasaan untuk menuntut ilmu. 

Hal di atas dibuktikan dengan wahyu pertama yang diturunkan Allah, yaitu iqro’, bacalah! Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa bohong jika menuntut ilmu dilakukan tanpa membaca. Begitu sakralnya keutamaan menuntut ilmu yang Allah perintahkan kepada umat-Nya, bahkan sebelum diturunkan perintah shalat, bermu’amalah, dan peritah keduniaan lainnya, Allah terlebih dahulu memerintahkan kita untuk menuntut ilmu. 

Keutamaan menuntut ilmu bagi umat Islam merupakan suatu tuntunan lembut dari Allah. Bahwa memang sudah seharusnya kita mendalami ilmu terlebih dahulu sebelum menjalankan dan mengerjakan suatu  urusan. Hal ini dikarenakan agar apa-apa yang kita kerjakan berjalan sesuai kebenaran, keadilan, kemaslahatan, dan kewajiban. 

Dalam sebuah hadits juga dikatakan bahwa menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat Islam. Cukup ekstrem memang, tapi memang dengan ilmulah segala sesuatu dapat dikerjakan sesuai dengan tujuannya, yakni kemaslahatan umat. 

Keharusan menuntut ilmu ini selaras dengan ujaran Rasulullah saw. bahwa proses menuntut ilmu adalah dari timangan hingga linang lahat. Dari hadist ini jelas betapa Rasulullah saw. menggambarkan keutamaan ilmu dalam Islam dengan sangat tegas, bahwa ilmu adalah sesuatu yang harus dimiliki seorang muslim. 

Hadits di atas juga diamalkan oleh banyak orang-orang shalih terdahulu yang dikenal terus menuntut ilmu meskipun usianya sudah mencapai sembilanpuluh tahun. Lebih dari itu, bahkan ‘alim ‘ulama terdahulu mengabadikan ilmu mereka dalam banyak manuskrip-manuskrip keilmuan yang kini dijadikan acuan oleh para penerusnya. 

Berbeda dengan definisi menuntut ilmu yang sudah terkonteks dalam benak banyak orang di masa kini, menuntut ilmu sebagaimana dalam ajaran Islam tidak melulu dengan duduk di tempat, mendengarkan guru berbicara, dan mencatatnya. Lebih luas lagi, Allah jelas mengatakan bahwa ilmu-Nya meliputi segala yang ada (dalam Q.S. al-Kahfi 91). 

Karena ilmu Allah meliputi segala yang ada di dunia ini, maka bukan berarti kita hanya dianjurkan untuk menuntut ilmu agama. Justru, sebagai umat Islam, kita dianjurkan untuk menuntut berbagai macam ilmu. Sebagimana yang telah diamalkan para cendikiawan muslim, seperti Ibnu Sina yang tidak hanya dikenal sebagai dokter muslim. Beliau juga dikenal sebagai matematikawan, filsuf, ahli astronomi, dan ahli dalam banyak ilmu lainnya.



Kebanyakan ahli tasawuf pun meyakini bahwa ilmu berserta hikmahnya dapat kita peroleh dari mana saja sekalipun dari hewan diharamkan dalam Islam, seperti anjing dan babi. Adagium lain menyatakan dengan bahasa berbeda, bahwa pada dasarnya setiap tempat adalah madrasah (sekolah), setiap orang adalah ustaz/ustazah (guru), dan setiap peristiwa adalah dirasah (pelajaran).




Memang tidak banyak umat muslim yang memiliki kemampuan untuk mengambil ilmu sebagimana yang dikatakan adigium di atas. Hanya orang-orang yang memiliki “adz-dzauq fauqol ‘ilm” (kepekaan di atas ilmu) yang mampu melakukannya. Sehingga setiap langkah kita penuh dengan ilmu dan pembelajaran. Akan tetapi, berusaha untuk  senantiasa memperoleh ilmu di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja adalah lebih baik daripada memasrahkan diri sebagai muslim dengan ilmu “apa adanya”.

Akhiran, ilmu adalah akar dari segala sesuatu. Bahwa perkataan dan tindakan orang yang berilmu jelas berbeda dari tidak berilmu. Dan yang terpenting, karena ilmu dalam Islam bagaikan ruh bagi manusia. Wallahu a’lam. (nir)

Tidak ada komentar: