Sejarah mencatat, terdapat dua versi
kelahiran pesantren di Indonesia. Versi pertama menyatakan bahwa sejak awal
Islam datang ke Indonesia, para ulama menyiarkan islam dalam bentuk pelaksanaan
kegiatan tarekat, terbukti dengan munculnya organisasi-organisasi tarekat. Sang
kiai yang menjadi pemimpin tarekat mengajak para pengikutnya untuk melaksanakan
suluk yakni tinggal di masjid selama
kurang lebih 40 hari. Selama suluk,
mereka melaskanakan kajian-kajian keislaman. Hal ini lah yang melatarbelakangi tumbuh
dan berkembangnya institusi pesantren.
Versi kedua menyatakan bahwa pesantren
islam di Indonesia merupakan rujukan dari pesantren Hindu yang terdapat di
Indonesia. Seperti yang diungkapkan sejarah, Hindu terlebih dahulu masuk ke
Indonesia dibandingkan dengan Islam. Saat itu dalam agama Hindu sudah muncul
pesantren Hindu yang bertujuan mengkader serta membimbing para muridnya sesuai
dengan tradisi agama Hindu. Secara faktual, pada awalnya pesantren justru
ditemukan di negara-negara mayoritas Hindu, bukan di negara Islam sehingga
dapat disimpulkan bahwa pesantren bukan berakar dari Islam. Hanya saja seiring
berkembang zamannya, muncullah pesantren Islam yang berlandaskan nilai-nilai
islami.
Pesantren bukan hanya berperan sebagai
lembaga pendidikan islami, namun juga lembaga kepedulian sosial. Hal itu dapat
dilihat dari berbagai aktivitas yang kerap dilaksanakan di dalamnya, baik antar
santri maupun dengan masyarakat sekitar. Banyak orang awwam memandang pesantren sebagai tempat
lahirnya para ulama. Hal tersebut bukan untuk dijadikan cibiran semata, justru
kelahiran ulama itulah merujuk pada fokus pembentukan karakteristik diri dalam
pesantren itu sendiri. Seorang ulama tidak cukup hanya cakap dalam akademik dan
humaniora, namun juga harus ditunjangn dengan akhlak yang baik serta
pengetahuan agama yang memadai. Jika
kita menelisik tujuan dari pesantren itu sendiri, kelahiran para ulama dari
pesantren sudah cukup memnuhi tujuan di dalamnya.
Karakteristik pesantren masa kini
dibandingkan puluhan tahun lalu sebenarnya hampir sama, hanya saja mungkin
terdapat penambahan-penambahan karakteristik sesuai perkembangan zaman.
Contohnya di masa awal kemunculan, dalam pesantren belum terdapat laboratorium komputer dan internet yang
terhubung. Namun kini komputer dengan segala atribut pelengkapnya menjadi hal
yang tidak dapat terpisahkan, sekalipun lokasi pesantren yang jauh dari perkotaan.
Karakteristik pesantren berkaitan dengan
ruh dan peran yang terdapat di dalamnya. Ruh pesantren terletak pada budaya
Islami yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunah. Sementara peran pesantren
antara lain sebagai :
1. Lembaga Pendidikan sesuai kurikulm cakupannya;
2. Lembaga
Keilmuan yang melahirkan para inteletual muda;
3. Lembaga
Pelatihan yang menghasilkan SDM untuk dapat dilatih;
4. Lembaga
Pemberdayaan Masyarakat yang pada akhirnya para lulusannya kembali ke
masyarakat;
5. Lembaga
Bimbingan Agama yang melahirkan para santriwan dan santriwati berakhlak qurani.
Dalam
pesantren terdapat beberapa kegiatan pendidikan yang cakupannya lebih luas
daripada di sekolah-sekolah umum, antara lain tarbiyah, ta’lim, tadris, taslik, tatsqif dan sebagainya. Persamaannya keseluruhannya terletak pada
tujuannya yakni mentransfer ilmu untuk dapat di-implementasikan. Berbicara
mengenai pendidikan, berbicara pula mengenai masa depan bangsa. Tanpa
pendidikan, seseorang akan kehilangan arah di dunia, bahkan tidak tahu banyak hal.
Selain itu tak selamanya pendidikan berjalan semulus jalan tol, ada kalanya
batu menghadang. Salah satu di antaranya adalah munculnya miskonspsi pendidikan
secara umum. Banyak orang memandang
bahwa institusi pendidikan adalah sbeuah pabrik penghasil ‘boneka’ manusia yang
siap dipekerjakan. Padahal manusia-manusia intelek itu pun tak serta merta siap
dipekerjakan, akan tetapi masih membutuhkan pelatihan pendidikan. Ingat,
pendidikan berlanngsung seumur hidup.
Tanpa
bermaksud menonjolkan pesantren dengan memojokkan sekolah umum, pesantren
dipercaya dapat mengubah anak yang badung menjadi sholih. Hal ini terlihat dari
banyaknya para orangtua yang mengirimkan anak mereka yang notabene belum
sholih, ke pesantren. Beberapa di anatara mereka berhasil, namun tak sedikit yang
belum berhasil. Hal ini bukan karena reputasi pesantren yang tereduksi, namun
kembali lagi pada pendidikan yang diberikan orangtua dan kondisi jiwa sng anak.
Faktor lain yang mempengaruhinya adalah pendidikan karakter yang saat ini marak
digaung-gaungkan.
Eksistensi
suatu hal dapat terwujud jika hal tersebut berkembang, begitupun dengan
pesantren. Perkembangan pesantren dapat
dilakukan dari berbagai cabang, baik dari kulaitas santri, sarana-prasarana
serta kurikulumnya. Setiap harinya para santri menjalani kehidupan bersama
dalam sebuah pesantren yang sama. Hal ini tentu membuat ukhuwah mereka semakin
erat, bahkan mungkin sedekat keluarga. Setiap harinya pula mereka
bersosialisasi dengan teman dan guru yang sama selama berjam-jam. Hal itu
seharunya pun membuat para pendidik di pesantren meahami karakteristik siswanya
sehingga dapat melaksanakan pendidikan karakter yang sesuai.
Tidak
semua buah yang tumbuh dari pohon yang sama, menjadi buah yang sama. Dalam
artian, beberapa dari buah-buah itu mungkin akan dimakasn begitu saja, mungkin
ada yang dijadikan keripik buah, atau mungkin dijadikan rujak. Begitupun dengan
lulusan pesantren. Tidak semua lulusan pesantren berujung pada profesi ulama.
Lihat saja kisah sukses dari salah satu lulusan pesatren Gontor (Ponorogo)
bernama Ahamd Fuadi. Beliau kini menjadi seorang penulis yang hebat. Namun
tetap saja, profesi apapun yang mereka emban kelak, dakwah harus tetap berjalan
lewat profesi itu.
Dimanapun
pesantren itu berada kini, kultur islami yang dibawanya sejak awal harus tetap
tertransformasikan. Jangan biarkan kultur tersebut memudar akibat pengaruh
zaman yang kian modern. Justru modernisasi zaman harus dijadikan kesempatan
emas untuk dapat lebih mengenalkan pesantren di Indonesia khususnya dan di
dunia umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anisah,
Hindun, et. Al. Praksis Pembelajaran
Pesantren. Yogyakarta: Instite for Training and Development ITD) Amherst, MA.2007
Mustari,
Mohamad. Peranan Pesantren dalam
Pembangunan Masyarakat Desa. Yogyakarta: Multipress. 2010
BIODATA
NAMA : Evi Syahida
ASAL : FMIPA UNJ 2011
EMAIL : matematika.kimia@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar