Oleh. Yosep Nur Hidayat
Sejarah
penciptaan manusia telah menggambarkan kepada kita tentang eksistensi akal.
Alqur’an memberi informasi bahwa Adam as. telah Allah lebihkan atas malaikat,
sehingga manusia layak menjadi Kholifatullah
fil ardh. Kelebihan ini adalah sebab ilmu yang Allah ajarkan kepada Adam,
dengan ilmu itu, Adam sebagai bapak manusia diberi kelebihan atas malaikat (dan
makhluk yang lain) yang sempat penasaran, sehingga mempermasalahkan pemberian
amanan ini. Dengan alasan bahwa mereka (para malaikat) lebih aktif beribadah
kepada Allah daripada manusia yang suka membuat kerusakan di bumi dan
menumpahkan darah. Allah swt.pun menjawab,
…
sesungguhnya Aku mengetahui apa-apa yang kamu tidak mengetahui-(nya). Dan Allah
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya …
(Qs. Al Baqarah : 30-31)[1]
Ilmu
dan pendidikan menjadi indikator terdepan dalam menilai dan mewujudkan suatu
peradaban suatu bangsa. Lewat ilmu terwujud peradaban manusia yang dikenal
sampai saat ini, diantara peradaban-peradaban tersebut adalah Romawi, Persia,
Cina, India, Mesir, dan sebagainya. Seiring dengan peradaban ini, Islam telah
memberikan pemahaman dan metode berharga yang mengubah tatanan dunia secara
sempurna dalam memantapkan kedudukan ilmu pengetahuan[2].
Bahkan dalam Al Qur’an kalimat yang mengandung kata ‘ilmu (ain, lam, mim) dengan
turunannya mencapai 779 kali penyebutan, dalam kadar tujuh kali –kurang lebih-
pada setiap surat[3].
Pentingnya ilmu ini bagi setiap muslim ditegaskan oleh Rasulullah dalam
sabdanya : “menuntut ilmu itu kewajiban setiap muslim” (HR. Ibnu Majah, Abu
Ya’la, Shahih).
Dalam
bahasa arab yang menjadi bahasa Al Qur’an kata pendidikan dikenal dengan kata tarbiyah. Kata tarbiyah memiliki setidaknya
tiga makna. Tarbiyah berakar dari
kata Rabaa, Yarbuu. Tumbuh. Tarbiyah menumbuhkan seseorang dari
kekanakan ruh, kekanakan akal, dan kekanakan jasad menuju kematangan dan
kedewasaan masing-masingnya. Ruh yang dewasa, akal yang dewasa, dan jasad yang
dewasa untuk memetakan diri, menyikapi masalah-masalah, dan mengemban tugas-tugas.
Tarbiyah adalah sebuah Improvement.
Atau
Rabiya, Yurbii. Berkembang. Tarbiyah
mengembangkan manusia muslim dalam kemampuan-kemampuan yang dibutuhkannya
menjalani kehidupan. Ia dalam tugasnya sebagai ‘abdullah yang beribadah kepada Allah, dan sebagai kholifah yang akan mengelola bumi
seisinya di-train untuk memiliki
kompetensi yang dikembangkan dari potensi-potensi yang telah dikaruniakan Allah
kepadanya. Setelah mengajaknya mengenali potensinya, ia mengajaknya
mengembangkannya. Tarbiyah adalah development.
Atau
Rabba, Yarubbu. Memberdayakan. Ia
yang telah tumbuh dan berkembang, harus diarahkan untuk berdayaguna. Islam memanggil
manusia-manusia muslim untuk menunjukkan keunggulannya. Islam menghendaki agar
sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat, paling besar dayagunanya
bagi dunia. Tarbiyah adalah empowerment[4].
Dari
makna-makna akar kata yang terkandung dalam kata tarbiyah terlihat bahwa pendidikan islam bukanlah sesuatu yang jumud sehingga membuat umat islam
menjadi kaum yang terbelakang, eksklusif,
dan tidak bisa menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Namun sebaliknya,
pendidikan islam menghendaki agar seorang muslim menjadi pribadi yang menyadari
kondisi dan peran dirinya dalam kehidupan, kemudian bermujahadah mengembangkan potensi dirinya untuk memenuhi tantangan
zaman, dan akhirnya tidak canggung berbaur dalam kancah peradaban dunia dengan
kebanggaan dan keyakinan yang kuat “saya adalah seorang muslim”.
Islam juga telah
menetapkan batasan yang jelas tentang kafaah
keilmuan yang harus digeluti seorang muslim. Hendaknya seorang muslim memahami
dengan jelas dasar-dasar agama yang menjadi acuan sekaligus benteng dalam
menjalani kehidupan sehingga tidak terjerumus kedalam golongan “orang bodoh”. Disaat
yang sama islam juga memotivasi umatnya untuk terus memperluas cakrawala
pengetahuannya, karena Allah sudah mengisyaratkan akan kebesaran-Nya di alam ini
yang hanya mampu diungkap dengan ilmu[5],
bahkan ada sebuah ungkapan “Pengetahuan adalah milik kaum muslimin yang hilang.
Dimana saja didapatinya maka mereka lebih berhak
mengambilnya daripada orang lain“[6].
Maka jelaslah bagaimana islam mengarahkan umatnya dalam wilayah ini
(pendidikan) yaitu setiap pribadi muslim fardhu
‘ain memahami dasar-dasar agama dan fardhu
kifayah mendalami suatu ilmu umum yang membawa maslahat banyak bagi umat[7].
Akhirnya islam juga
telah menetapkan tujuan yang sangat jelas –sejelas sinar mentari- bahwa
pendidikan islam menghendaki umat muslim menjadi pribadi yang bersyukur dengan
semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah[8]
dan menjadi pribadi yang selalu konsisten dalam kesholihan pribadi dan
kesholihan sosial[9].
Atau dalam pemaparan Hasan Al Banna hendaknya tarbiyah islamiyah menjadikan seorang muslim memiliki salimul aqidah ( aqidah yang lurus), shohihul
ibadah (ibadah yang benar), matinul
khuluq (akhlak yang kokoh), qowiyyul
jismii (kekuatan jasmani), mutsaqqoful
fikri (keluasan pengetahuan), mujahadatullinafsihi (bersungguh-sungguh), harishun ‘ala waqtiha (pandai menjaga waktu), munazhzhamun fi
Syu’unihi
(teratur dalam suatu urusan), qodirun
’alal kasbi ( memiliki kemampuan berusaha sendiri), nafi’un Lighoirihi ( bermanfaat bagi orang lain)[10].
Kenyataan inilah yang
terlihat sangat jelas dari kehidupan Rasulullah dan Salafushsholih dalam sejarah panjang peradaban islam yang begitu
harum merebak memenuhi seluruh pelosok bumi -kendati orang-orang kafir berusaha
menutupinya. Rasulullah menguatkan pembinaan akidah umat di tiga belas tahun
masa da’wahnya, agar mereka benar-benar memahami bagaimana islam mengarahkan
jalan kehidupannya. Rasulullah juga
tidak melupakan khazanah keilmuan umum, maka Beliau meminta tawanan perang
untuk mengajarkan kaum muslimin membaca dan menulis. Rasulullah juga tidak
segan untuk mengikuti pendapat sahabatnya dalam menentukan suatu strategi
perang, meskipun itu adalah strategi perang yang biasa dilakukan oleh orang
Persia. Bahkan Rasulullah menjadi sosok yang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan agar da’wahnya mampu diterima dengan baik, seperti memilih utusan
yang cocok dengan daerah yang akan di da’wahi atau penggunaan stempel dalam
surat ajakannya kepada raja-raja disekitar jazirah arab[11].
Teladan ini yang diikuti oleh para sahabat dan salafushsholih radhiallahuanhum ‘ajmain, maka mereka adalah ‘ulama dan umara’ sekaligus, ustadz dan politikus, syeikh dan ilmuwan, murobbi
dan entrepreneur, sebagaimana mereka
juga seorang hamba yang tersedu dalam ibadahnya dan pejuang yang gagah dan
penuh keyakinan dalam berjuang dijalan Allah. Dengan pemahaman ini Abu Bakar
dan Umar ibn Khattab berkarya dalam peran kepemimpinan politiknya; ‘Utsman ibn
‘Affan dan ‘Abdurrahman Ibn ‘Auf dengan perniagaannya; Ali ibn Abi Thalib dan
Ibnu Abbas dengan kefaqihannya, Kholid ibn Walid dan Sholahuddin Al Ayyubi
dengan jihadnya; Jabir ibn Hayyan (pioner ilmu kimia), Ibnu Farras (pioner ilmu
penerbangan), dan Ibnu Haytsam (pioner ilmu optik) dengan penemuan ilmiahnya. Dan
masih banyak lagi tokoh muslim lain - dengan kepekaan ruhiyah, ketajaman akal,
kekuatan fisik, dan kesatuan ukhuwahnya- yang telah memberikan karya-karya
besar menuju peradaban manusia yang indah dan manusiawi dalam bimbingan syariat
Allah yang sempurna.
Begitulah pendidikan islam,
pendidikan yang sangat berkarakter sehingga jelas dalam dasar, arahan,
motivasi, dan tujuan yang bila diterapkan akan mampu membentuk pribadi-pribadi
mempesona yang diabadikan dalam Al Qur’an sebagai umat terbaik yang dilahirkan
bagi umat manusia[12]
-seperti Rasulullah dan para sahabat- karena mampu mengemban amanahnya sebagai kholifah[13]
untuk menyebarkan rahmat bagi
semesta alam[14].
[2]
Raghib As Sirjani, Sumbangan Peradaban
Islam Pada Dunia, hlm. 175-176.
[3]
Ibid.,(177).
[4] Salim A. Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, hlm.
137-138.
[5]
Qs. Ali Imran: 190, dll.
[6]
Said Muhammad Ramdhan Al Buthy, Fiqh
Siroh.
[7] Sayyid Qutb, Ebook Petunjuk Sepanjang Jalan, hlm.
114.
[8]
Qs. An Nahl: 78.
[10] Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin.
[11] Said Muhammad Ramadhan Al Buthy,
Fiqh Siroh; Shafiyurrahman Al
Mubarakfury, Sirah Nabawiyah.
[12] Qs. Ali Imran : 110
[13] Qs. Al Baqarah : 30
[14] Qs. Al Anbiya’ : 107
Tidak ada komentar:
Posting Komentar