“Masih
tentang korupsi. Masalah klasik yang membuat masyarakat Indonesia pusing
mencari pemecahannya. Mulai dari kasus lama seperti Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI), sampai kasus terbaru yaitu Wisma Atlet yang menyeret
bendahara partai Demokrat, Nazaruddin. Mulai dari skala terkecil seperti aksi
damai dengan polisi saat razia, sampai skala kakap seperti kasus mafia pajak
Gayus Tambunan.”
Dari
data Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) yang dirilis oleh
Transparency International (TI) pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat
100 dari 183 negara dengan skor 3,0. Hal ini merupakan peningkatan jika
dibandingkan dengan tahun 2010 dengan skor hanya 2,8. Sedangkan di tingkat Asia
Tenggara, Indonesia berada di bawah negara Singapura (9,2), Brunei (5,2),
Malaysia (4,3) dan Thailand (3,4).
CPI
adalah rentang indeks dari 0 sampai 10 yang memiliki korelasi negatif. Semakin
tinggi angka CPI, berarti semakin kecil tingkat korupsi di negara tersebut. CPI
adalah sebuah indeks gabungan. Indeks ini dihasilkan dari penggabungan hasil 17
survei yang dilakukan lembaga-lembaga internasional yang terpercaya.
Korupsi:
Sebuah masalah yang berakar dari karakter
Menurut
wikipedia korupsi berasal dari kata latin ”corruptio”
atau ”corruptus” yang berarti
kerusakan atau kebobrokan, atau perbuatan tidak jujur yang dikaitkan dengan
keuangan. Menurut Black’s Law Dictionary
korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah
menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan
untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan
hak-hak dari pihak lain.
Menurut saya
sendiri level korupsi di Indonesia telah sampai pada tingkat berjama’ah. Mulai
dari lingkup sederhana, contohnya seorang anak yang “mencatut” uang lebih dari
pembayaran SPP di sekolahnya, sampai pada lingkup yang luas dan tingkatan yang
lebih tinggi, seperti anggota DPR yang melakukan “mark up” untuk dana kursi di
Badan Anggaran tahun 2012.
Melihat
fenomena yang terjadi tentang korupsi, pikiran kita secara otomatis akan
mengaitkan dengan pertanyaan”apa penyebabnya?”. Dari kacamata saya hal tersebut
karena adanya peluang. Contohnya kasus-kasus di atas. Kasus pertama terjadi
karena siswa tersebut memiliki peluang berupa kepercayaan dari orang tuanya.
Dan kasus kedua, tentu saja terjadi karena anggota Dewan yang Terhormat
mendapat kepercayaan dari rakyat.
Tapi, coba mari
kita tarik lebih dalam analisa kita. Sesungguhnya akan ada suatu alasan yang
merupakan akar dari permasalahan ini. Itu adalah tentang karakter bangsa.
Karakter yang tidak jujur dalam bekerja, tidak malu saat mengambil yang bukan
haknya juga tidak bersyukur atas apa yang sudah dimiliki.
Angin Segar untuk Pemecahan
Korupsi: Pendidikan Berbasis Karakter
Akhir-akhir ini
dunia pendidikan telah dihangatkan dengan berita tentang kurikulum baru, yaitu
pendidikan berbasis karakter. Mulai dari media online, media elektronik, media
cetak sampai diskusi-diskusi, membahas pendidikan berbasis karakter ini.
Pendidikan
karakter sendiri berasal dari dua kata, pendidikan dan karakter. Berdasarkan UU
No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni: “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Dalam UU di
atas sebenarnya, telah mencakup juga karakter yang ingin dibangun oleh
pendidikan di Indonesia adalah memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan menurut T.
Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.
Dari kedua
definisi di atas penekanan yang saya berikan adalah tentang kekuatan spiritual
keagamaan, yang berarti juga pendidikan tersebut akan mendidik siswa dalam
akhlak mereka. Diharapkan melalui kurikulum pendidikan karakter ini guru-guru
akan mendidik siswa untuk memiliki nilai dan norma yang memang dianut bangsa
Indonesia. Dan hasilnya, tentu saja
harapan agar bangsa Indonesia memiliki karakter yang mulia, terutama jujur dan
disiplin, selain tentunya karakter mulia yang lain seperti telah disebutkan di
atas. Tujuan jangka panjangnya adalah membangun memajukan kesejahteraan umum
seperti tertuang dalam UU 1945. Ini seperti angin segar di tengah
carut-marutnya negeri ini.
Pendidikan Karakter Berbasis Akhlak oleh Keluarga: Solusi Sederhana
dari Perspektif Islam
Saya rasa semua
pembaca akan setuju jika selain sekolah, sebenarnya ada pihak lain yang sangat
penting dalam pendidikan karakter berbasis akhlak ini. Pihak ini adalah
keluarga. Lingkungan keluarga mau tidak mau akan memberikan dampak langsung
terhadap kepribadian seseorang. Seperti dalam pelajaran sosiologi, keluarga
adalah agen sosialisai pertama.
Pendidikan
akhlak yang bisa diberikan keluarga kepada anaknya adalah melalui pengenalan
anak kepada Allah agar ia takut dan merasa diawasi oleh Allah, karena dengan
begitu akan muncul malu untuk berbuat tidak jujur dan mengambil hak-hak orang
lain. Selanjutnya adalah mengajarkan beribadah lewat sholat agar di mana pun
sang anak merasa tetap dekat dengan Allah. Dan terakhir adalah mentransfer
nilai-nilai dalam Islam sedikit demi sedikit lewat kegiatan dalam kehidupan
sehari-hari, seperti bersedekah untuk bersyukur, berzakat untuk berbagi dan
nilai-nilai lainnya.
Hal yang begitu
indah jika pendidikan karakter berbasis akhlak dari perspektif Islam terwujud.
Akan ada anak-anak yang berakhlak yang mengenal, dekat, merasa diawasi dan
takut kepada Allah, takut jika berbuat yang tidak baik seperti dalam ajaran
Islam, karena sesungguhnya Islam adalah jalan yang akan mengindahkan kehidupan
kita, bukan dogma yang sekarang kebanyakan orang takut dalam mengenal agamanya
sendiri. Islam itulah yang hilang dan harus segera dicari untuk kemudian
diwujudkan sebagai jalan kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar