Bismillahi
‘ala kulli syai-in qadiir
Ia dipanggil
dengan gelar Abu Hafs, dan setelah masuk Islam ia menerima gelar Al-Faruq,
karena kepribadian yang menonjol darinya adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan.
Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan
otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan
berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.
Menurut
Amiur Nuruddin mengutip DR. Mahmud Isma’il dalam tulisannya bahwa ada dua hal
yang menjadi perhatian para ahli sejarah yang berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan watak dan kepribadiannya. Pertama pengalamannya sebagai pengembala
unta yang diperlakukan keras oleh ayahnya berpengaruh terhadap temperamen yang
menonjolkan sikap keras dan tegas dalam pergaulan. Kedua pengalamannya sebagai
peniaga yang sukses, yang membawa barang dagangan pulang pergi ke Syiria,
berpengaruh terhadap kecerdasan dan kepekaan, serta pengetahuannya terhadap
berbagai tabi’at manusia.
Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi. Dalam hal ini, ayahnya
tentu secara sadar dan terencana memperlakukannya dengan keras, agar ia mampu
mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pada saat itu.
Sekalipun, ayahnya mungkin belum paham terhadap apa itu potensi. Yang ia
ketahui pada saat itu hanyalah proses pendewasaan diri dari ketidaktahuan
menjadi tahu, dari ketidak mampuan menjadi mampu. Alhasil, proses itulah yang
membuat anaknya tumbuh menjadi sosok yang keras dan tegas dalam pergaulan.
Karakternya telah dibentuk sejak awal. Sejak ia turun
langsung sebagai pengembala. Pendidikan keluarga yang menentukannya, kemudian
lingkungan turut serta mengembangkannya. Karakter
itu tertanam kuat, bahkan ketika Islam hadir, ia adalah orang yang paling
menentang keras, orang yang sangat benci dengan ajaran baru yang
dibawa oleh Nabi Muhammad.
Ketika ia
berusia 27 tahun, Nabi dengan misi risalahnya mampu mempengaruhi keluarganya
untuk memeluk Islam. Di antara keluarganya yang telah mendapat hidayah dan
memeluk Islam adalah Sa’ad bin Zaid, yang merupakan saudara ipar yang telah
menikah dengan adiknya yang bernama Fatimah, yang juga memeluk Islam. Nu’ami
bin Abdullah, juga merupakan salah seorang anggota keluarganya yang cukup
kharismatik telah menyatakan keIslamannya.
Kondisi
demikian memberikan pengaruh tersendiri terhadap dirinya, sehingga tidak aneh
jika ia merasa geram dengan anggota keluarganya yang telah meninggalkan ajaran
nenek moyangnya. Kemarahannya tidak saja tertuju kepada kelurganya, tetapi juga
kepada penyebab utama sehingga keluarganya meninggalkan ajaran lama.
Menurutnya, penyebab itu tidak lain adalah Muhammad saw yang telah mengembangkan
misinya di daerah Arab. Oleh karena itu, tidak heran jika ia adalah seorang
yang paling keras memusuhi kaum muslim. Ia adalah Umar bin Khattab.
Karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang
menjadi ciri khas individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Hingga Rasulullah menjadikan Umar
salah satu dari dua orang yang ia pintakan kepada Allah sebuah hidayah
keislaman. Karena, ada karakter yang kuat yang melekat pada dirinya yang akan
berpengaruh besar terhadap kejayaan Islam. “Ya Allah, jadikanlah Islam ini kuat dengan
masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin
Hisham atau Umar bin Khattab.”, itulah
doa yang Rasulullah pinta ketika Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan
masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin
Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin
Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.
Istilah karakter secara harfiah berasal dari
bahasa Latin “charakter”, yang antara lain berarti: watak,
tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan
secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana
manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya
sendiri.
Abdullah
bin Mas’ud berkata tentang Umar: “Islamnya
Umar adalah suatu penaklukkan, hijrahnya adalah kemenangan, kepemimpinannya
adalah rahmat. Kamu melihat kami tidak bisa sholat di Baitul Haram. Ketika Umar
sudah masuk Islam, dia memerangi orang-orang quraisy, sehingga mereka
membiarkan kami sholat di sana.”
Ditengah
karakter Umar yang kuat, yang sudah mengikat dalam dirinya, banyak orang yang
begitu menaruh harap terhadapnya, banyak orang yang berbangga atas
keislamannya. Artinya, disini semua orang percaya bahwa kehadiran Islam akan
mampu menyempurnakan karakter seseorang. Dan bentuk penyempurnannya bukan
dengan cara merubah karakter yang telah dimiliki, tetapi mendayagunakan
karakter yang ada pada kondisi yang dibutuhkan.
Dalam
hal ini, karakter sama dengan konsep diri seseorang, yang akan melahirkan
prinsip-prinsip sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Umar bin Khattab telah
memiliki konsep diri yang kuat yaitu ketegasan, kekuatan, kekerasan, dan
komitmen yang tinggi. Sehingga ketika ia berhijrah kepada Islam, konsep diri
yang ia miliki melahirkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan aturan Islam. Islamlah
yang mendidik karakter Umar.
Kehadiran Islam di muka bumi adalah sebagai pedoman hidup
manusia dan untuk memberikan solusi terhadap berbagai persoalan. Pendidikan sebagai
bagian yang tak terpisahkan dari system hidup manusia, tentu memiliki persoalan
tersendiri. Salah satu persoalan yang perlu mendapat perhatian besar adalah
terkait persoalan konsep diri yang melahirkan prinsip-prinsip yang terwujudkan
melalui akhlak. Karena akhlak adalah puncak nilai keber-agamaan seorang muslim.
Hal ini sejalan dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang mengatakan bahwa beliau
diutus untuk menyempurnakan akhlak.
“Sesungguhnya pada diri Rasulullah
saw. terdapat contoh tauladan bagi mereka yang menggantungkan harapannya kepada
Allah dan Hari Akhirat serta banyak berzikir kepada Allah.” (QS. Al Ahzab : 21)
Indonesia
sebagai Negara yang memiliki jumlah muslim terbesar di dunia, sejatinya harus
mampu menampilkan sosok Negara yang berakhlak mulia. Bukan justru sebaliknya. Dalam
kacamata Islam, gejala merusak yang ada di masyarakat terjadi akibat hilangnya
karakter dan kepribadian Islam. Banyak dari warga Negara Indonesia kecanduan
produk Barat yang hedonistik. Bahkan tiga aspek yang sangat besar pengaruhnya
adalah Fun, Food dan Fashion.
Semuanya serba bebas dan berkiblat pada kesenangan duniawi yang berdampak pada
rusaknya tatanan kehidupan social.
Di
sekolah, pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada
setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada pengamalan nyata dalam
kehidupan peserta didik di masyarakat.
Ekstra
kurikuler yang selama ini diselenggarakan sekolah merupakan salah satu media
yang potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik peserta
didik. Kegiatan Ekstra Kurikuler merupakan kegiatan pendidikan di luar mata
pelajaran untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan,
potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus
diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan
dan berkewenangan di sekolah. Melalui kegiatan ekstra kurikuler diharapkan
dapat mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial, serta potensi dan
prestasi peserta didik.
Rasulullah
sebagai suri tauladan terbaik berusaha menanamkan karakter kenabian yaitu
siddiq, amanah, tabligh dan fathonah. Rumah Arqam bin Abil Arqam menjadi saksi
bagaimana akhirnya kepemimpinan Islam dilahirkan. Umar
bin Khattab, seorang pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu
memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan
keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan
mematikan bid’ah. Orang yang paling baik
dan paling berilmu tentang al Qur’an dan as Sunnah setelah Abu Bakar. Padahal,
sebelum hijrahnya kepada Islam, ia adalah seorang penentang yang paling keras
terhadap Islam, dan bersikeras membunuh Rasulullah.
Saat ini, jika banyak peserta didik yang tumbuh dan
berkembang justru lebih buruk daripada kondisi awal ketika mereka masuk kedalam
dunia persekolahan, maka dimanakah letak guru sebagai pemain peran?
Akhirnya,
point terpenting dari pendidikan karakter adalah pembinaan. Pembinaan yang akan
mengarahkan masing-masing individu agar memiliki akhlak yang mulia. Seperti
pada hadits Rasulullah, “Aku hanya diutus
untuk menyempurnakan akhlak karimah.” Menumbuhkan kembali akhlak karimah
haruslah menjadi kompetensi dalam proses pendidikan karakter.
Akhirnya
karakter itu haruslah terbangun sesuai dengan fitrah, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu.” (QS. Ar Ruum : 30). Lembayung Al Faruq, dalam balutan Islam karakternya kuat merekah; pembeda
antara yang hak dan yang bathil.
Nama : Julia Febrianti
NIM :
1445091751
Jur/
Angk. : Manajemen Pendidikan FIP
UNJ/ 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar