Oleh Arum Ariftyarini[1]
Idealisme pendidikan
Pendidikan
merupakan suatu hal pokok yang tak pernah lepas dari keberadaan suatu negara.
Keberhasilan dan kemajuan suatu negara pun kerap dikaitkan dengan kualitas
pendidikan di dalamnya. Berdasarkan UU Sisdiknas, Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara.[2]
Berdasarkan pengertian pendidikan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan dari
proses pendidikan adalah untuk mengembangkan dan juga membangun pribadi peserta
didik tak hanya dalam ranah intelektual saja melainkan dalam ranah spiritual serta
emosionalnya.
Sebuah hal yang selanjutnya harus diperhatikan
adalah bagaimana seharusnya pendidikan itu berjalan secara ideal guna membentuk
prbadi pribadi yang beriman, bertaqwa serta berilmu. Berdasarkan Undang –
Undang RI Sisdiknas Bab II pasal 2 dan 3 mengenai dasar, fungsi dan tujuan pendidikan,[3]
dapat dirumuskan bagaimana seharusnya pendidikan Indonesia dilaksanakan guna
menghasilkan generasi generasi beriman, bertaqwa dan berilmu. Pengaplikasian nilai-nilai
kelima sila dalam pancasila sudah seharusnya diaplikasikan dalam pelaksanaan
proses pendidikan. Penerapan kelima nilai pancasila tersebut tak lain adalah
guna membentuk kader kader bangsa yang berkarakter. Selain dibutuhkan adanya
upaya pembentukan karakter bangsa dalam proses pendidikan, sudah seharusnya
pula pendidikan nasional dapat dirasakan oleh seluruh warga negara Indonesia
tanpa terkecuali.
Realisme pendidikan indonesia
Berbicara
mengenai pendidikan Indonesia, akan sangat erat kaitannya dengan proses
pelaksanaannya serta Sumber Daya Manusia yang memang merupakan output dari sistem pendidikan itu sendiri.
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia sudah diarahkan agar selaras dengan
Pancasila serta UUD 1945. Namun, dalam pelaksanaannya, masih terdapat banyak
penyimpangan. Beberapa hal yang sangat memprihatinkan tersebut diantaranya
adalah :
1.
Timbulnya paradigma
mengenai adanya pemisahan urusan agama dengan urusan pendidikan. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam proses pendidikan muncul anggapan bahwa urusan agama
tidak dapat disatukan dengan urusan pendidikan, hal itu mengakibatkan
terjadinya ketimpangan antara input
dalam hal pengetahuan dan intelektual dengan input dalam hal spiritual. Dan itulah salah satu yang menyebabkan
degradasi moral bangsa.
2.
Terjadinya swastanisasi
pendidikan yang merenggut hak belajar para siswa kurang mampu. Dalam UU
Sisdiknas disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah hak seluruh warga negara
tanpa terkecuali. Namun, pada kenyatannya, terjadi pergeseraan fungsi
pendidikan itu sendiri. Sekolah kini berlomba lomba meningkatkan brand nya masing masing guna memiliki
keabsahan untuk menaikkan tarif pendidikannya. Betapa miris tatkala harga
sekolah semakin melambung dan secara tidak langsung merenggut hak pendidikan
sebagian warga yang kurang beruntung.
Kedua
permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang selama ini menghiasi wajah
pendidikan Indonesia. Atau lebih dikenal dengan istilah pendidikan sekulerisme
matrealistik. Dua kata yang berdampak besar terhadap degradasi kualias
pendidikan Indonesia.
Akibat pendidikan sekulerisme matrealistik
Sekulerisme
matrealistik itu sendiri menurut Ensiklopedi
Britania diartikan
sebagai sebuah gerakan kemasyarakatan yang bertujuan memalingkan dari kehidupan
akhirat dengan semata-mata berorientasi kepada dunia.[4] Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan sekulerisme matrealistik
merupakan pendidikan yang memisahkan antara kegiatan keduniaan atau keilmuan
dan pengetahuannya dengan kegiatan kegamaan yang sangat erat kaitannya dengan
karakter, kepribadian dan spiritual. Selain itu sekolah juga berubah fungsi
menjadi lembaga peraih keuntungan yang kemudian merenggut hak pendidikan bagi
sebagian warga yang kurang beruntung.
Pergeseran pendidikan menjadi
sekulerisme matrealistik bukanlah hal yang bisa diacuhkan begitu saja, hal ini
mendatangkan degradasi karakter yang teramat curam. Pendidikan Indonesia pun
telah banyak merenggut hak hak pendidikan sebagian warga yang kurang beruntung.
Degradasi karakter menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan karena akan
mengakibatkan keburukan yang tak pernah berakhir. Banyaknya tawuran pelajar,
“contek massal”, kekerasan pada pelajar, hedonisnya
para peserta didik dan pada akhirnya tingginya tingkat koruptor serta banyaknya
angka kejahatan menjadi akibat dari pendidikan sekulerisme matrealistik itu
sendiri. Hal tersebut juga akan menyamarkan istilah benar atau salah dan baik
ataupun buruk pada generasi generasi penerus bangsa. Karakter bangsa yang lama
kelamaan akan hilang tentu akan menjadi racun bagi kemajuan dan kesejahteraan
bangsa itu sendiri.
Perlunya pendidikan
berkarakter
Karakter
bangsa ditentukan oleh karakter para generasi para penerusnya. Karakter menjadi
hal yang sangat penting karena akan berpengaruh terhadap seluruh sendi
kehidupan bangsa. Sangat diperlukan adanya pendidikan berkarakter untuk
membekali dan mengoptimalkan pribadi para peserta didik agar mampu menjadi
manusia seutuhnya, manusia yang berbekal iman, Taqwa dan ilmu. Di era
globalisasi seperti ini, para peserta didik disuguhkan berbagai kemudahan akses
teknologi serta kebiasaan yang serba isntan. Hal ini merupakan sebuah kemudahan
dalam rangka menyokong proses pendidikan. Namun, di sisi lain dalam berbagai
kecanggihan teknologi tersebut juga terdapat hal hal negatif yang justru melemahkan
mental para peserta didik. Oleh sebab itu, segala kecanggihan teknologi serta kemajuan
jaman seperti saat ini haruslah didampingi dengan pemberian pendidikan
berkarakter guna mencegah penjajahan yang dilakukan oleh kecanggihan teknologi
tersebut.
Pendidikan
berkarkter dimaksudkan agar para peserta didik tetap memiliki pemahaman mengenai
benar salah, baik buruk atau sopan
tidaknya suatu hal. Selain itu, para peserta didik juga harus memiliki
keteguhan hati serta kemandirian dalam hidupnya. Dan yang terpenting, para
peserta didik mampu menyadari hakikat kehidupanNya sebagai makhluk beragama.
Bagaimana dia harus bersikap sesuai ketetapan agama dan bagaimana membekali
diri dengan iman dan Taqwa. Dan pada akhirnya pendidikan berkarakter diharapkan
mampu menjadi obat bagi pendidikan sekulerisme matrealistik yang saat ini
menghiasi wajah pendidikan Indonesia.
Pendidikan berkarakter
dalam islam
Pendidikan
berkarakter menjadi suatu hal yang penting sebagai upaya menghasilkan generasi
penerus bangsa seutuhnya. Lalu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana Islam
memandang pendidikan berkarakter? Sebagai ummat muslim dan sebagai negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam sudah selayaknya kita mengetahui bagaimana
pandangan islam terhadap pendidikan berkarakter. Dalam perspektif pembangunan bangsa, umat Muslim
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu Muslim berideologi Islam
politik, Muslim mistik dan Muslim moderat[5].
Berbicara mengenai pendidikan berkarakter, maka kita
juga akan berbicara mengenai muslim moderat. Muslim moderat yaitu Muslim
yang ideal karena memiliki prinsip keseimbangan antara urusan dunia dan
akhirat, selalu berusaha menjadi ummatan wasathan (umat moderat), dan
dimanapun berada selalu memberikan manfaat bagi lingkungannya. Puncak karakter
bagi seorang muslim adalah taqwa, dan indikator ketaqwaannya adalah terletak pada
akhlaknya. Seorang muslim dikatakan bertaqwa apabila ia telah mampu istiqomah menjalankan segala perintahNya
dan menjauhi laranagnNya. Dan melalui ketaqwaannya itulah seorang muslim mampu
memiliki karakter yang baik.
Rukun
islam dan rukun iman sebagai upaya penanaman karakter
Seperti yang
telah disebutkan diatas bahwa puncak dari karakter seorang muslim adalah terletak
pada ketaqwaannya yang kemudian tercermin dalam akhlaknya. Ketaqwaan seorang
muslim terbentuk tatkala ia mampu menjalankan kewajibanNya dan menjauhi
laranganNya. Dan itu terangkum dalam 2 pondasi umat muslim yaitu rukun islam
dan rukun iman. Rukun islam serta rukun iman berisikan seperangkat keyakinan
serta kewajiban umat muslim. Dan tentunya Dia tidak memerintahkan sesuatu tanpa
memiliki maksud tertentu. Dia memerintahkan sesuatu pasti disertai dengan
maksud dan tujuan yang terkandung di dalamnya.
Pertama, rukun
islam berisikan 5 prasyarat atau kewajiban sesorang yang mengikrarkan bahwa
dirinya muslim yaitu membaca dua kalimat syahadat, menunaikan shalat, puasa,
zakat serta naik haji bila mampu. Dalam kelima ibadah tersebut terkandung nilai
nilai karakter yang amat penting seperti kedisiplinan, simpati, kesabaran,
menepati janji, kesederhanaan, kepedulian dan tentunya masih banyak nilai karakter
yang terkandung didalamnya. Akan sangat berarti tatkala kelima rukun islam ini
diajarkan disertai dengan pemahaman akan nilai nilai yang terkandung di
dalamnya kepada para peserta didik. Realita yang saat ini kerap muncul seperti
halnya seorang muslim yang gemar beribadah namun tetap melakukan perbuatan yang
tercela mungkin dikarenakan pelaksanaan ibadah yang tidak disertai dengan
pemahaman terkait nilai yang seharusnya diperoleh. Oleh sebab itu sangatlah
diperlukan adanya pemberian pemahaman terhadap para peserta didik terkait nilai
nilai yang terkandung dalam kelima rukun islam ini.
Kedua, rukun
iman berisikan enam keyakinan yang harus dimiliki serta dipahami oleh seluruh
umat muslim. Implementasi rukun iman seharusnya menumbuhkan sifat sifat mulia seperti
tanggung jawab, keyakinan, kepercayaan dan kesederhanaan. Seperti halnya iman
kepada Allah, sudah seharusnya para generasi penerus bangsa memiliki pemahaman
terkait 99 nama baik Allah atau asma ul
husna. Pemahaman serta penghayatan 99 asma
ul husna harus diaplikasikan melalui tindakan ataupun akhlak kesehariannya.
Rukun iman dan
rukun islam bukan hanya sekedar harus dihapalkan melainkan juga harus dipahami,
diimani serta dihayati setiap detailnya. Hal itu juga harus dilakukan selaras
dengan berjalannya proses pendidikan. Karena nilai nilai tersebut haruslah
dapat diaplikasikan dalam kegiatan sehari hari yang juga merupakan wujud dari
ketaqwaan seorang individu. Seorang muslim yang baik akan tergambar dari akhlak
yang baik pula, dan puncak dari
pendidikan berkarakter seorang muslim adalah termaktub dalam ketaqwaannya.
[1] Mahasiswi Pendidikan Akuntansi/Ekonomi dan Administrasi/FE
UNJ/2010/8105100313
[2] .... http://www.maswins.com/2011/03/pengertian-pendidikan-menurut-uu-dan.html
(diambil pada 16 Mei 2012)
[3] ... http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2_89.htm,
diambil pada tanggal 16 Mei 2012
[4] Dr. Yusuf Qardhawi, “ Pengertian Ilmaniah atau Sekulerisme” http://abibakarblog.com/kritik-liberal/pengertian-%E2%80%98ilmaniah-atau-sekularisme/
(diambil pada tanggal 17 Mei 2012)
[5] ... “pendidikan karakter dalam perspektif islam” http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/11/24/pendidikan-karakter-dalam-perspektif-islam-pendahulan/
(diambil padda tanggal 18 mei 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar